Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/u817471964/domains/iaiqi.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/u817471964/domains/iaiqi.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/u817471964/domains/iaiqi.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/u817471964/domains/iaiqi.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/u817471964/domains/iaiqi.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Perbandingan Psikologi Islam & Tasawuf

Elok Puspita
Meski ilmu pengetahuan modern dan teknologi membawa kemajuan yang menakjubkan, ternyata juga mengandung dampak negatif yang berdampak besar terhadap Islam sendiri. Pengetahuan tersebut melahirkan ketegangan dan menjauhkan dari tuhan serta menjauhkan dari nilai-nilai kemanusiaan karena ia di adopsi dari sumber yang bermacam-macam serta tidak didasarkan atas ajaran wahyu. Yang mana, pengetahuan modern tidak bisa memahami manusia dari aspek moral dan ruhani.
Dari permasalah diatas maka muncullah kajian-kajian tentang psikologi Islam yang diawali dengan adanya islamisasi saint. Manusia berusaha mensterilisasi ilmu dari hal-hal yang merusak untuk kemudian menuntunnya agar sesuai dengan ajaran tuhan karena ilmu modern (barat) yang ada tidak bisa digunakan untuk mengatasi masalah kemanusiaan, apalagi masalah umat Islam.
Dari sinilah nantinya manusia yang haus akan spiritualitas akan menghidupkan kembali tasawuf.
Tasawuf dan psikologi Islam sama-sama menyentuh aspek jiwa. Sehingga berdasarkan fenomena tersebut maka penulis akan membahas tentang kedua bahasan tersebut.
1. PSIKOLOGI ISLAM
A. Sejarah Munculnya Psikologi Islam
Meski ilmu pengetahuan modern dan teknologi membawa kemajuan yang menakjubkan, ternyata juga mengandung dampak negatif yang berdampak besar terhadap Islam sendiri. Pengetahuan tersebut melahirkan ketegangan dan menjauhkan dari tuhan serta menjauhkan dari nilai-nilai kemanusiaan karena ia di adopsi dari sumber yang bermacam-macam serta tidak didasarkan atas ajaran wahyu. Yang mana, pengetahuan modern tidak bisa memahami manusia dari aspek moral dan ruhani.
Dari permasalah diatas maka muncullah kajian-kajian tentang psikologi Islam yang diawali dengan adanya islamisasi saint. Manusia berusaha mensterilisasi ilmu dari hal-hal yang merusak untuk kemudian menuntunnya agar sesuai dengan ajaran tuhan karena ilmu modern (barat) yang ada tidak bisa digunakan untuk mengatasi masalah kemanusiaan, apalagi masalah umat Islam. Disini lebih ditekankan dalam permasalahan-permasalah psikologis ayang ada.
Psikologi Islam tersebut lahir didasarkan atas kenyataan bahwa Islam mempunyai konsep-konsep tersendiri dan berbeda dari yang lainnya, konsep ini bersumber dari al-Quran, al-Hadits, dan khasanah keilmuan Islam yang lain.
B. Hakikat Psikologi Islam
Hakekat psikologi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.”
Hakekat definisi tersebut mengandung tiga unsur pokok; Pertama, bahwa psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu keislaman yang lain, seperti Ekonomi Islam, Sosiologi Islam, Politik Islam, Kebudayaan Islam, dan sebagaianya. Penempatan kata “Islam” di sini memiliki arti corak, cara pandang, pola pikir, paradigma, atau aliran. Artinya, psikologi yang dibangun bercorak atau memilili pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya.
Tentunya hal itu tidak terlepas dari kerangka ontologi (hakekat jiwa), epistimologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam. Melalui kerangka ini maka akan tercipta beberapa bagian psikologi dalam Islam, seperti Psikopatologi Islam, Psikoterapi Islam, Psikologi Agama Islam, Psikologi Perkembangan Islam, Psikologi Sosial Islam, dan sebagainya.
Kedua, bahwa Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia. Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa al-ruh, al-nafs, al-kalb, al-`aql, al-dhamir, al-lubb, al-fu’ad, al-sirr, al-fithrah, dan sebagainya. Masing-masing aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang perlu dikaji melalui al-Qur’an, al-Sunnah, serta dari khazanah pemikiran Islam. Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa hakekat jiwa sesungguhnya. Sebagai satu organisasi permanen, jiwa manusia bersifat potensial yang aktualisasinya dalam bentuk perilaku sangat tergantung pada daya upaya (ikhtiyar)-nya. Dari sini nampak bahwa psikologi Islam mengakui adanya kesadaran dan kebebasan manusia untuk berkreasi, berpikir, berkehendak, dan bersikap secara sadar, walaupun dalam kebebasan tersebut tetap dalam koredor sunnah-sunnah Allah Swt.
Ketiga, bahwa Psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik. Dikatakan demikian sebab Psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Manusia dilahirkan dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa, lalu ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kualitas hidup. Psikologi Islam merupakan salah satu disiplin yang membantu seseorang untuk memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, realisasi diri, konsep diri, citra diri, harga diri, kesadaran diri, kontrol diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri sendiri atau diri orang lain. Jika dalam pemahaman diri tersebut ditemukan adanya penyimpangan perilaku maka Psikologi Islam berusaha menawarkan berbagai konsep yang bernuasa ilahiyah, agar dapat mengarahkan kualitas hidup yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat menikmati kebahagiaan hidup di segala zaman. Walhasil, mempelajari psikologi Islam dapat berimplikasi membahagiakan diri sendiri dan orang lain, bukan menambah masalah baru seperti hidup dalam keterasiangan, kegersangan, dan kegelisahan.
1. C. Tujuan Psikologi Islam
Tujuan utama Psikologi islam dan juga merupakan misi utamanya bukan saja mengembangkan kesehatan pribadi dan masyarakat, melainkan juga meningkatkan juga keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan yang maha pengasih dan maha penyayang. Dengan demikian tujuan psikoogi islam adalah membantu orang-orang menjadi sehat mental dan sekaligus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan menjadi mukmin dan muttqin.
D. Ruang Lingkup Psikologi Islam
Psikologi kontemporer mengakui semata-mata tridimensional raga, jiwa dan lingkungan sosial budaya. Akan tetapi psikologi Islam mengakui hembusan ruh pada diri manusia dan demikian pandangan psikologi Islam ada empat dimensi terpadu pada manusia selama manusia itu hidup yaitu:
1. dimensi ragawi (fisik-biologi)
2. dimensi kejiwaan (Psikologi)
3. dimensi lingkungan (Sosiokultural)
4. dimensi ketaqwaan (Spiritual)
2. TASAWUF
A. Sejarah Munculnya Tasawuf
Tasawuf ini pada dasarnya sudah ada sejak zaman sahabat, yang mana para sahabat juga mencontohi kehidupan Rosulullah yang serba sederhana, dimana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhannya.
Demikian pula, bukan hanya pada zaman sahabat saja, tapi mada masa-masa berikutnya tasawuf ini juaga dikembangkan.
B. Essensi Tasawuf
Tasawuf adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah berada di hadirat Allah SWT. Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubungan yang mampu menelaah informasi dari tuhannya.
Tasawuf dalam Islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kehidupan duniawi), dalam bentuk “tasawuf amali” kemudian “tasawuf falsafi”.Tasawuf adalah aspek ajaran Islam yang paling penting, karena peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran-ajaran islam. Tasawuf inilah yang merupakan kunci kesempurnaan amaliah ajaran Islam. Memang di samping aspek tasawuf, dalam islam ada aspek lain yaitu apa yang disebut dengan akidah dan syariah.
Tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan mensucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari kungkungan jasadnya yang menyandarkan hanya pada kehidpan kebendaan, disamping juga melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan yang tercela.
Dengan demikian, nampak jelas bahwa tasawuf sebagi ilmu agama, khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan subtansi Islam. Hakikat tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain yang lebih baik lebih tinggi dan lebih sempurna, suatu pemindahan dari alam kebendaan kepada alam rohani.
C. Tujuan Tasawuf
Tujuan tasawuf untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat tuhan. Untuk bisa berhubungan langsung dengan tuhan, dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
D. Raung Lingkup Tasawuf
Sebagaimana pada penjelasan diatas, maka dapat disebutkan bahwa ruang lingkup dari tasawuf adalah dari segi spiritualitas, yang mana di dalamnya juga mencakup sisi jiwa manusia, akhlaq, syariah, tentang keakhiratan.
KESIMPULAN
Setelah kita mempelajari makalah ini, dan kita cermati lebih jauh, perbedaan tasawuf dengan teori psikologi Islam hanyalah bersifat teoritis. Sementara dalam tataran praktis, kedua disiplin itu sulit dibedakan, karena keduanya sama-sama mengurusi perkembangan kualitas kejiwaan manusia. Demikian pula sulit dibedakan karena tasawuf dan psikologi Islam sama-sama mengedepankan pengalaman spiritual yang bersifat pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhana B, Hanna. 2005. Integrasi Psikologi Dengan Islam, Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Mustofa, H A. 2005. AkhlaqTasawuf. Bandung : Pusataka Setia
Khalil, Ahmad. 2007. Merengkuh Bahagia, Dialog al-Qur’an, Tasawuf dan Psikologi. Malang : UIN Press

Jangan lupa di share ke sosial media :

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Informasi

Pimpinan

Rektor
Dr. Hj. Muyasaroh, M.Pd.I.
Wakil Rektor I
Dr. H. Bakhrum, M.Ed.
Wakil Rektor II
M. Ali Sodikin, M.Pd.
Wakil Rektor III
Dr. Zaimuddin, M.S.I.
Ka. Biro AUAK
Awaludin, M.Pd.
Direktur Pascasarjana
Dr. H. Firdaus Basuni, M.Pd.
Dekan Tarbiyah
Dr. Cittra Juniarni, M.Pd.I.
Dekan Ushuluddin
Dr. Paizaluddin, M.Pd.I.
Dekan Febi
Dr. Zainuddin, M.Pd.I.
Previous slide
Next slide

Pengumuman

Scroll to Top