Stitqi.ac.id – Indralaya; Dalam Seminar Proposal Skripsi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Qur’an Al-Ittifaqiah (STITQI) yang diikuti oleh 53 mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PIAUD), seorang mahasiswa peserta seminar mengangkat kajian yang sangat khas budaya Sumatera Selatan dan baru pertama kali ada yang mengangkat tema semacam ini, yaitu Simbur Cahaya. Judulnya adalah “Jejak Tradisi Simbur Cahaya Dalam Tarbiyah Al Qur’an Di Desa Sarang Elang Kecamatan Pemulutan Barat Kabupaten Ogan Ilir” (18/12).
Masyarakat di di Desa Sarang Elang sendiri sampai saat ini masih menjaga tradisi belajar membaca Al-Quran dengan baik. Di sana, bila seorang anak telah khotam membaca Al-Quran, maka dia akan diarak keliling desa bersama beberapa anak lain yang juga sudah khotam. Arak-arakan yang diiringi oleh musik Tanjidor tersebut, menggunakan tandu dengan beragam bentuk replika bangunan atau kendaraan yang dia inginkan, sebelum akhirnya diwisuda di masjid desa tersebut.
Terma Simbur Cahaya diambil dari nama sebuah Kitab Undang-undang yang mengatur kehidupan di ruang publik masyarakat Marga di Sumatera Selatan. Salah satunya keharusan di setiap desa (dusun) minimal ada 1 guru ngaji. Pada masanya, di Sumatera Selatan sebelum tahun 1983, marga yang dekat dengan kata suku, berjumlah lebih dari 200-an. Untuk kabupaten Ogan Ilir (OI) sendiri diantaranya ada marga Pegagan, Sakatiga, Pemulutan, Penesak dan lain sebagainya.
Sebagai catatan, Kitab Simbur Cahaya yang terdapat di OI memiliki kekhasan berupa pasal larangan yang kuantitasnya lebih banyak dibandingkan dengan kitab yang sama di belahan wilayah lainnya.
Amanah, begitulah nama mahasiswi asal pemulutan yang mengangkat judul tersebut. Mahasiswi semester VII Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mondok di Pesantren Mahasiswa STITQI ini juga adalah seorang pembina rumah tahfizh.